Bahasa Madura Lumajang
Bhâsa Madhurâ Lomajhâng
|
|||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||||
Wilayah | Lumajang | ||||||
Etnis | Madura ( Pendalungan ) | ||||||
Penutur
|
240.000 (2024) [ a ] | ||||||
|
|||||||
Latin | |||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
Glottolog | Tidak ada | ||||||
Lokasi penuturan | |||||||
Persebaran bahasa Madura Lumajang di
Kabupaten Lumajang
,
Jawa Timur
.
|
|||||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik
IPA
.
Tanpa
bantuan render
yang baik, Anda akan melihat
tanda tanya, kotak, atau simbol lain
, bukan karakter
Unicode
. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat
Bantuan:IPA
.
|
|||||||
![]() |
|||||||
Bahasa Madura Lumajang adalah dialek bahasa Madura yang dituturkan di Kabupaten Lumajang , Jawa Timur , terutama di wilayah timur dan utara, [ 2 ] yang berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo (utara) dan Kabupaten Jember (timur). [ 3 ] Penggunaan bahasa Madura Lumajang sangat beragam dan tingkat kefasihannya pun bervariasi, terutama karena berbatasan langsung dengan wilayah penggunaan bahasa Jawa Lumajang , sebuah dialek bahasa Jawa Arekan . [ 4 ] Penutur bahasa Madura dan penutur bahasa Jawa di Lumajang, yang terkadang sama jumlahnya, bercampur satu sama lain dan berkontribusi pada percampuran bahasa, membentuk kosakata unik yang tidak digunakan di wilayah lain. [ 5 ] Penutur bahasa Madura Lumajang umumnya menguasai bahasa lain, seperti bahasa Jawa dan bahasa Indonesia . [ 6 ] Para penuturnya digolongkan sebagai orang Pendalungan , yaitu orang Madura yang berasal dari luar pulau Madura , tidak dilahirkan di sana, tetapi tetap berbicara dan mengamalkan budaya Madura, meskipun bercampur dengan budaya lain, terutama budaya Jawa . [ 7 ]
Di Kabupaten Lumajang, kondisi kebahasaannya hampir sama dengan di Kabupaten Pasuruan , di mana bahasa Jawa Arekan lebih banyak digunakan, tetapi ada beberapa wilayah yang berbahasa Madura, terutama di bagian timur. [ 4 ] Wilayah utama penutur bahasa Madura Lumajang biasanya homogen , atau hampir seluruhnya dihuni oleh orang Madura. Sementara itu, wilayah bilingual antara bahasa Jawa dan Madura bersifat heterogen . Sebagian besar penduduk berbahasa Jawa, sementara sebagian kecil lainnya berbahasa Madura. Di sisi lain, penduduknya memiliki kemampuan bilingual, dalam hal ini penutur bahasa Madura cenderung memilikinya. Karakteristik lainnya adalah adanya berbagai macam variasi leksikal , terutama dalam bentuk peminjaman leksikal dari bahasa lain. Seperti halnya bahasa Madura Pasuruan , dalam bahasa Madura Lumajang contoh variasi leksikalnya pun biasanya mirip, terdapat pada glos 'melahirkan' yang pada penutur bahasa Madura terdapat leksikal alaɛr . Meskipun penutur bahasa Madura di daerah transisi (batas penggunaan bahasa Madura Barat dan Madura Timur) memiliki leksikal arɛmbiʔ untuk glos 'melahirkan', bentuk yang lebih sering digunakan adalah alaɛr , karena bentuk ini dianggap lebih tinggi (sopan) daripada bentuk arɛmbiʔ . Sementara itu, contoh variasi leksikal di antara penutur bahasa Jawa di wilayah tersebut adalah leksikal pɔh 'mangga', yang merupakan bentuk serapan dari bahasa Proto-Melayu-Polinesia *pahuq₁ , yang juga diserap ke dalam bahasa Madura dengan leksikal paɔh 'mangga'. [ 4 ]
Sejarah
Masyarakat Lumajang dan Madura dikenal memiliki ikatan persaudaraan, yang terjalin ketika Adipati Sumenep , Aria Wiraraja (Banyak Wide), diasingkan ke timur Madura pada tahun 1269. [ 8 ] Ia diketahui pernah menjadi seorang demang di Nayapati, di bawah kekuasaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanegara . [ 9 ] Di Madura bagian timur, ia mendirikan kerajaannya di timur laut Madura (sekarang Batuputih Daya ) dan menetap di Sumenep selama kurang lebih 24 tahun. Ia kemudian berpindah ke Lumajang dengan mendirikan kerajaan Lamajang Tigang Juru di dusun Biting, [ 10 ] pada akhir tahun 1293 dan memerintah daerah tersebut sejak tahun 1294. Salah satu juru (kerajaan bawahan) Lamajang Tigang Juru adalah Madura, sehingga ketika Aria Wiraraja pindah ke Lumajang, banyak juga orang Madura yang pindah ke Lumajang. Selain karena mereka adalah prajurit, tanah di Lumajang juga subur, sehingga masyarakat Madura betah bercocok tanam dan menetap di sana. Aria Wiraraja tentu sudah memperhitungkan dengan matang berbagai peluang dan kendala yang ada di Lumajang sejak ia berada di Sumenep. Terbukti, saat Aria Wiraraja berpamitan kepada Nararya Sangramawijaya, ia meminta Lumajang sebagai lokasi kerajaannya. Hal ini sesuai dengan janji Sangramawijaya untuk membagi kekuasaannya di Jawa menjadi dua bagian berdasarkan Perjanjian Sumenep. [ 8 ]
Aria Wiraraja memilih Lumajang sebagai lokasi kerajaannya, antara lain karena potensi alam di kawasan Tapal Kuda sangat subur, tidak terkecuali dengan abu vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunung Semeru . Abu vulkanik tersebut memiliki dampak positif dalam jangka panjang, jadi tidak mengherankan jika banyak daerah di Lumajang yang diberi nama berdasarkan jenis pohon. Seperti Senduro yang berasal dari nama pohon sindura, Pajarakan yang berasal dari nama pohon jarak, Pasrujambe yang berasal dari nama pohon jambe, dan Klakah yang berasal dari bahasa Madura yaitu pohon klekeh. [ 8 ] Namun dalam cerita lain disebutkan pula bahwa mereka adalah para pelarian prajurit Majapahit dari Jawa dan Madura yang mengungsi ke pegunungan di Lumajang karena menolak masuk Islam . [ 11 ] Selain faktor sejarah, dapat dilihat pula bahwa kondisi sosial, ekonomi, dan geografis Madura yang gersang dan panas. Akibatnya, banyak masyarakat Madura, terutama laki-laki, yang bermigrasi untuk memperbaiki kondisi ekonominya. Mereka terutama pergi ke kawasan Tapal Kuda , yang dikenal karena tanahnya yang subur. [ 12 ] Kawasan tersebut meliputi dari Kabupaten Pasuruan di sebelah barat hingga Kabupaten Banyuwangi di sebelah timur. [ 2 ]
Memasuki era kolonial Belanda , orang-orang dari Madura mulai semakin memasuki wilayah timur Jawa, berpartisipasi dalam pembentukan jati diri Pendalungan melalui tahapan yang berlapis-lapis. Secara umum periodisasi kedatangan orang Madura dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu periode sebelum perkebunan, periode perkebunan, dan periode kontemporer (pasca perkebunan). Pada periode pertama, terjadi interaksi antara penduduk lokal Jawa dan pendatang Madura yang melakukan transaksi perdagangan, diikuti oleh periode interaksi kedua ketika mereka mulai terlibat dengan pemilik perkebunan, di mana saat itu pemerintah kolonial memainkan peran. Kemudian, pada tahap selanjutnya mereka mulai berinteraksi berdasarkan pemanfaatan lahan untuk mata pencaharian lain, seperti bercocok tanam, beternak, dan bermukim di pesisir, lalu masuk ke pedalaman dan berbaur dengan penduduk asli Jawa yang sudah ada di sana sebelumnya. [ 13 ] Pada tahun 1930-an, diketahui bahwa orang Madura berjumlah 45,6% dari total populasi Lumajang. [ 14 ] Dengan rincian di Distrik Ranulamongan, orang Madura berjumlah 93.150 jiwa (75,8%), di Distrik Lumajang berjumlah 41.655 jiwa (39,57%), di Distrik Tempeh berjumlah 29.739 jiwa (26,5%), dan di Distrik Kandangan berpenduduk 9.093 jiwa (24,9%). Sementara itu, di Kota Lumajang sendiri, jumlah penduduk beretnik Madura berjumlah 2.628 jiwa (15,42%). [ 15 ]
Menelusuri sejarah yang sangat panjang, terutama migrasi besar-besaran penduduk Madura pada tahun 1920-an hingga 1930-an, dimana dibukanya perkebunan dan pabrik menarik mereka untuk datang kesana. [ 16 ] Dari aspek sosial budaya, masyarakat Jawa dan Madura yang pindah ke kawasan yang dikenal sebagai ujung timur Jawa, mereka menetap di tempat baru dengan campuran budaya yang dominan, antara budaya Jawa dan Madura, tetapi sangat berbeda dengan budaya Jawa dan Madura yang telah ada sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memang menghuni wilayah baru, namun mereka belum mampu memisahkan diri dari identitas asli mereka, sehingga kebudayaan baru yang terbentuk masih sangat kental dengan kebudayaan asli masing-masing. [ 9 ] Hal ini menunjukkan bahwa bahasa sehari-hari masyarakat Pendalungan (termasuk Lumajang) sebenarnya lebih banyak menggunakan bahasa Madura yang bercampur dengan bahasa Jawa. Jika dilihat dari ciri fonologis, yang paling menonjol adalah aksennya. Dalam percakapan sehari-hari, misalnya, masyarakat Pendalungan masih menggunakan aksen Madura ketika berbicara menggunakan bahasa Indonesia . [ 13 ]
Penggunaan
Seperti diketahui, mayoritas penduduk Lumajang adalah suku Jawa dan Madura , jadi bahasa yang digunakan di Lumajang adalah bahasa Jawa dan Madura . Di wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Madura, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Madura, sedangkan di daerah yang mayoritas penduduknya adalah suku Jawa, bahasa yang digunakan dalam komunikasi adalah bahasa Jawa. [ 17 ] Hal ini juga terlihat dari banyaknya istilah-istilah Madura yang digunakan oleh warga Lumajang, seperti pelet-beten (upacara adat), carok , nyelep , pasebuh (seribu hari kematian), dan lainnya. [ 18 ] Karena pengaruhnya yang sangat besar, bahasa Madura juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakatnya, Seperti tradisi ontalan yang dalam bahasa Madura berarti 'melempar', juga digunakan masyarakat Madura dalam kegiatannya. [ 19 ] Menurut Pemerintah Kabupaten Lumajang , penggunaan bahasa Madura khususnya di kecamatan Klakah terus berkembang. [ 20 ] Untuk penggunaan di pasar atau tempat umum, biasanya penduduk Lumajang adalah dwibahasa , Jawa dan Madura, namun terkadang mereka juga multibahasa dengan bahasa Indonesia . [ 21 ] Pada tahun 2024, jumlah penutur bahasa Madura Lumajang diperkirakan sekitar 240.000 jiwa, berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan-kecamatan yang mayoritas penduduknya berbahasa Madura, seperti Klakah , Randuagung , and Ranuyoso . Kemudian ditambahkan dengan jumlah penduduk di desa-desa di kecamatan-kecamatan sekitarnya yang minoritas penduduknya berbahasa Madura. [ 1 ]
Akibat pertemuan dua bahasa yang dominan, kemampuan penduduk Lumajang dalam menguasai dua bahasa akhirnya mengakibatkan terjadinya alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Madura atau sebaliknya. Penutur bahasa Madura yang berkomunikasi dengan bahasa Madura akan langsung beralih ke bahasa Jawa ketika berhadapan dengan penutur bahasa Jawa, terutama jika pembicara memahami bahwa pembicara tidak bisa berbicara bahasa Madura. Fenomena lain dari penggunaan bahasa Jawa dan Madura di Lumajang adalah kurangnya penggunaan tingkatan bahasa dalam berkomunikasi. Seperti diketahui, bahasa Jawa terdiri dari tiga tingkatan, yaitu krama-inggil , krama-madya , dan ngoko . Begitu pula dengan bahasa Madura yang terdiri atas tiga tingkatan, yakni enja-iya , engghi-enten , dan engghi-bhunten . Berbeda halnya dengan bahasa Madura Timur, khususnya dialek Sumenep yang merupakan bahasa halus karena mendapat pengaruh dari Keraton Sumenep . [ 22 ] Namun realitas yang muncul ketika komunikasi terjadi adalah pembicara dan pendengar tidak terlalu memperhatikan penggunaan bahasa berdasarkan tingkatannya, mempertimbangkan konteks yang ada, ketika berkomunikasi dalam bahasa Madura atau Jawa. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam komunikasi cenderung kasar, baik bahasa Madura Lumajang maupun bahasa Jawa Lumajang . [ 23 ]
Distribusi
Kabupaten Lumajang mempunyai luas wilayah 1.775,17 km². Di sebelah utara, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo , di sebelah timur dengan Kabupaten Jember , di sebelah barat dengan Kabupaten Malang , dan di sebelah selatan dengan Samudra Hindia . Oleh karena itu, dilihat dari segi topografi, kondisi alam Lumajang terdiri dari wilayah pegunungan dan pesisir. Daerah pegunungan di Kabupaten Lumajang dicirikan oleh empat gunung yang mengelilingi Lumajang, yaitu Gunung Bromo , Gunung Lemongan, Gunung Semeru , dan Gunung Sawur. Dari keempat gunung ini, hanya Gunung Semeru dan Gunung Bromo yang masih aktif. [ 24 ] Terdapat pula gunung-gunung lain, seperti Gunung Wayang, hal inilah yang membuat topografi wilayah Lumajang bagian utara sangat bergunung-gunung dan bergelombang. [ 25 ]
Jika dilihat secara geografis, hal tersebut menciptakan hambatan unik bagi interaksi antarkomunitas, sehingga menghasilkan situasi linguistik yang berbeda. Misalnya saja di wilayah pegunungan, mayoritas penduduknya adalah orang Madura, maka bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Madura . Kemudian wilayah pesisir yang merupakan kelanjutan dari pantai selatan, sebagian besar dihuni oleh orang Jawa yang memiliki ciri khas Jawa ( Kejawen ) yang kental, jadi bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Jawa . [ 26 ] Berbeda dengan profesi orang Jawa yang lebih beragam, orang Madura sebagian besar bekerja sebagai petani, namun ada juga yang bekerja sebagai peternak. Hewan yang paling umum dipelihara adalah sapi dan kambing. Khususnya di kalangan masyarakat Madura, sapi tidak hanya dipelihara untuk dijual sebagai sapi potong, Namun juga diternakkan untuk persiapan lomba karapan sapi yang sering diadakan oleh masyarakat Lumajang. [ 27 ]
Masyarakat yang berbahasa Madura diketahui tinggal terutama di wilayah tiga danau ( ranu ) yang merupakan anak sungai dari kawah Gunung Raung. Ketiga danau tersebut adalah Danau Klakah dan Danau Pakis di kecamatan Klakah, serta Danau Pedali di kecamatan Ranuyoso . [ 28 ] Seperti diketahui, masyarakat Madura banyak yang tinggal di wilayah pegunungan, seperti di kecamatan Ranuyoso, Randuagung, dan Klakah. Namun sebagian kecil juga tinggal di wilayah pesisir, seperti di kecamatan Yosowilangun , Kunir , dan Tempeh . [ 29 ] Khususnya di Randuagung, penutur bahasa Madura lebih dominan, sedangkan penutur bahasa Jawa sebagian besar pendatang. [ 30 ] Selain itu, penutur bahasa Madura juga dapat ditemukan di kecamatan lain, seperti di Rowokangkung , [ 31 ] juga di wilayah pesisir, seperti Pasirian . [ 4 ] Pola hunian suku Madura berkelompok. Artinya, rumah-rumah dibangun berderet-deret, dan setiap rumah saling terkait dengan rumah-rumah di sekitarnya. Bagi keluarga mampu, atau orang yang merupakan tetua desa dan tokoh agama ( kyai ), biasanya terdapat langgar di tengah rumah atau di depan rumah yang berfungsi sebagai tempat kegiatan keagamaan keluarga. [ 29 ]
Di dekat situs Biting yang terletak di dusun Biting, kecamatan Sukodono , [ 32 ] juga banyak dihuni oleh masyarakat yang berbahasa Madura, seperti diketahui situs ini merupakan situs peninggalan Majapahit . Karena pada awalnya masyarakat setempat merupakan keturunan dari para prajurit pimpinan Aria Wiraraja yang dibawa dari Madura untuk menduduki wilayah tersebut dan berperang melawan Jayakatwang dari Kediri , dengan bantuan Raden Wijaya untuk mendirikan Majapahit. Nama "Biting" sendiri aslinya berasal dari kata beteng yang berarti 'daerah yang dikelilingi benteng tinggi dan besar', tetapi berubah karena ejaan orang Madura setempat. [ 33 ] Sementara itu, di kecamatan Lumajang , penutur bahasa Madura juga hidup berdampingan dengan keturunan Arab di Kampung Arab yang telah ada sejak tahun 1930-an. [ 34 ]
Meskipun penutur bahasa Madura cukup tersebar luas di Lumajang, namun biasanya bahasa Madura hanya digunakan sebagai bahasa pengantar di desa-desa yang terletak di dekat lereng gunung, seperti desa Tegalrandu , Duren , Mlawang , [ 17 ] sedangkan desa-desa yang terletak di pinggir jalan raya biasanya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar, meskipun populasinya terbagi antara suku Jawa dan Madura. Fenomena kebahasaan ini berbeda di wilayah yang penduduknya terdiri atas suku Madura dan suku Jawa yang jumlahnya hampir sama, seperti di Kedungjajang dan Jatiroto . [ 35 ] Bahasa yang digunakan di wilayah tersebut untuk komunikasi resmi sehari-hari adalah bahasa Jawa dan sedikit bahasa Indonesia , Namun dalam pergaulan sehari-hari, bahasa Madura banyak digunakan, seperti di kendaraan umum, warung makan, pasar, dan lain-lain, kecuali jika pembicara dan lawan bicaranya adalah orang Jawa, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Keadaan ini mengakibatkan sebagian besar masyarakat Lumajang aktif menguasai dua bahasa ( dwibahasa ), yakni bahasa Jawa dan bahasa Madura. Oleh karena itu, sangat umum ditemui peristiwa komunikasi menggunakan bahasa Madura, meskipun penuturnya beretnis Jawa. [ 23 ]
Lihat juga
Referensi
Catatan
- ^ Jumlah penuturnya pada tahun 2024 dihitung berdasarkan jumlah penduduk kecamatan yang mayoritas penduduknya adalah berbahasa Madura, seperti Klakah , Randuagung , dan Ranuyoso . Kemudian, ditambahkan dengan desa-desa di kecamatan sekitarnya yang mewakili minoritas Madura. [ 1 ]
Catatan kaki
- ^ a b "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024" . www.dukcapil.kemendagri.go.id . Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil . 31 Desember 2024 . Diakses tanggal 16 Agustus 2025 .
- ^ a b Kusuma & Pratikno (2021) , hlm. 77.
- ^ Suroiyah, I.; Zulaicha, L. (2003). (Thesis). Fakultas Adab. Surabaya : IAIN Sunan Ampel . hlm. 1– 76.
- ^ a b c d Savitri, Indrawati & Suhartono (2018) , hlm. 26.
- ^ Safitri, Ratna Dewi (5 Oktober 2023). "Resensi Buku Ndak Kaop: Kamus Bahasa Lumajangan" . www.visitlumajang.com . Visit Lumajang . Diakses tanggal 15 Agustus 2025 .
- ^ Putri, Rochiyati & Setyari (2020) , hlm. 69.
- ^ Kusuma & Pratikno (2021) , hlm. 77–78.
- ^ a b c "Melihat Semeru Dari Madura" . wiraraja.ac.id . Lumajang : Wiraraja University. 18 Januari 2021 . Diakses tanggal 15 Agustus 2025 .
- ^ a b Hairul (2022) , hlm. 89.
- ^ Rohmawati (2024) , hlm. 2722.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 35.
- ^ Izzak (2013) , hlm. 2.
- ^ a b Hairul (2022) , hlm. 86.
- ^ Ridhoi et al . (2023) , hlm. 6.
- ^ Ridhoi et al . (2023) , hlm. 70.
- ^ Ridhoi et al . (2023) , hlm. 71.
- ^ a b Savitri (2001) , hlm. 42.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 39–40.
- ^ "Ontalan, Tradisi Masyarakat Lumajang Keturunan Madura" . lumajang.memontum.com . Lumajang Memontum. 20 Februari 2021 . Diakses tanggal 15 Agustus 2025 .
- ^ "Data Objek Pemajuan Kebudayaan Kabupaten Lumajang Tahun 2024" . data.lumajangkab.go.id . Pemerintah Kabupaten Lumajang . Diakses tanggal 15 Agustus 2025 – via Satu Data Lumajang.
- ^ Putri, Rochiyati & Setyari (2020) , hlm. 61.
- ^ Izzak (2013) , hlm. 3.
- ^ a b Savitri (2001) , hlm. 43–44.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 28.
- ^ Wicaksono, N. (12 Agustus 2022). "Menikmati Cantiknya Panorama Gunung Wayang dengan Paralayang" . www.detik.com . Detik . Diakses tanggal 16 Agustus 2025 .
- ^ Savitri (2001) , hlm. 28–29.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 32.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 29.
- ^ a b Savitri (2001) , hlm. 30.
- ^ Putri, Rochiyati & Setyari (2020) , hlm. 60.
- ^ Savitri (2001) , hlm. 40.
- ^ Ridhoi et al . (2023) , hlm. 30.
- ^ Rohmawati (2024) , hlm. 2721–2722.
- ^ Fatah, M.R.A. (26 Oktober 2020). "Kampung Arab Lumajang Ada Sejak Tahun 1930, Kini Tinggal 9 Keluarga" . jatimtimes.com . Jatim Times . Diakses tanggal 16 Agustus 2025 .
- ^ Savitri (2001) , hlm. 43.
Daftar pustaka
- Savitri, A.D. (2001). Variasi Leksikal pada Situasi Kebahasaan di Kabupaten Lumajang dalam Perspektif Dialektologi (PDF) (Thesis). Repository UNAIR. Surabaya : Universitas Airlangga . hlm. 1– 101.
- Izzak, A. (2013). Aspektualitas Bahasa Madura (BM) (PDF) . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Surabaya : Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur.
- Putri, A.A.; Rochiyati, A.E.; Setyari, A.D. (2020). (PDF) . Jurnal Semiotika . 21 (1). Jember : Universitas Jember : 59– 69. ISSN 2599-3429 .
- Hairul, M. (2022). . Paramasastra: Jurnal Ilmiah Bahasa Sastra dan Pembelajarannya . 9 (1). Surabaya : Universitas Negeri Surabaya : 84– 96. ISSN 2527-8754 .
- Rohmawati, R. (2024). . Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan, dan Humaniora . 8 (2). Jember : Universitas PGRI Argopuro: 2720– 2728. doi : 10.36526/js.v3i2.4809 . ISSN 2541-2523 .
- Savitri, A.D.; Indrawati, D.; Suhartono (2018). Stratigrafi Bahasa dan Dialek di Daerah Tapal Kuda: Upaya Lokalisasi Bahasa dan Budaya Guna Penentuan Muatan Lokal di Jawa Timur (PDF) (Thesis). Program Studi Sastra Indonesia. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya . hlm. 1– 77 – via Repository UNESA.
- Kusuma, E.R.; Pratikno, A.S. (2021). Terampil Berbahasa Madura (Untuk Penutur Luar Madura) (PDF) . Jember : CV RFM Pramedia. hlm. 1– 92. ISBN 978-623-5835-07-5 .
- Ridhoi, R.; Andika, S.D.; Sucahwati, R.; Purnomo, F.; Anis, Y.C.; Rachman, A.; Makki, A.; Krestanti, D.D.; Puspitasari, P.; Sari, S.R.; Astuti, R.D.; Ikasari, R.N.; Joni; Sariyadi; Zainal, F.; Setiyawan, M.F. (2023). Kawasan Lumajang dalam Kajian Sejarah Tematik (PDF) . 1. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang. hlm. 1– 178. ISBN 978-602-470-794-1 .