Bahasa Madura Banyuwangi
Bhâsa Madhurâ Bhânyowangè
|
|||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||||
Wilayah | Banyuwangi | ||||||
Etnis | Madura ( Pendalungan ) | ||||||
Penutur
|
460.000 [ a ] (2024) [ 1 ] | ||||||
|
|||||||
Dialek |
Glenmore–Kalibaru
Kalipuro–Wongsorejo Muncar |
||||||
Latin | |||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
Glottolog | Tidak ada | ||||||
Lokasi penuturan | |||||||
Persebaran bahasa Madura Banyuwangi di
Kabupaten Banyuwangi
,
Jawa Timur
.
|
|||||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik
IPA
.
Tanpa
bantuan render
yang baik, Anda akan melihat
tanda tanya, kotak, atau simbol lain
, bukan karakter
Unicode
. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat
Bantuan:IPA
.
|
|||||||
![]() |
|||||||
Bahasa Madura Banyuwangi adalah dialek bahasa Madura yang digunakan di Kabupaten Banyuwangi , Jawa Timur , Indonesia. Bahasa ini terutama digunakan di wilayah bagian barat dan utara yang berbatasan dengan kabupaten-kabupaten berbahasa Madura lainnya, seperti Situbondo , Bondowoso , dan Jember , [ 2 ] serta di wilayah pencilan di sebelah timur. Di beberapa kecamatan di Banyuwangi, penggunaan bahasa Madura merupakan mayoritas, [ 3 ] tetapi tidak melampaui penggunaan bahasa Osing dan bahasa Jawa Mataraman yang cakupannya lebih luas. [ 4 ] Pengguna bahasa Madura di Banyuwangi juga berbagi wilayah tutur dengan pengguna bahasa Osing, sehingga membentuk wilayah dwibahasa . [ 5 ] Berdasarkan kajian dialektologi, bahasa Madura Banyuwangi dikatakan berbeda dengan bahasa Madura Situbondo ataupun bahasa Madura Probolinggo. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan wilayah administratif. [ 6 ]
Banyuwangi yang secara geografis terletak di bagian timur Jawa dikenal sebagai kabupaten terluas di Jawa . Di sebelah barat berbatasan langsung dengan Jember, di sebelah utara berbatasan dengan Bondowoso dan Situbondo, ketiga kabupaten ini berbahasa Madura. Sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan laut Samudra Hindia dan Selat Bali di sebelah timur. Banyuwangi juga memiliki wilayah dengan berbagai jenis daratan seperti pantai, sungai, dan pegunungan. Letak yang strategis ini membuat berbagai bahasa saling berasimilasi membentuk keberagaman bahasa daerah yang unik dalam masyarakat yang majemuk. Masyarakat Banyuwangi sangat majemuk, suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi dan merupakan keturunan penduduk Blambangan . Selain itu dalam masyarakat Banyuwangi juga terdapat suku Madura , hal ini menyebabkan adanya ragam bahasa Madura yang juga digunakan di Banyuwangi. [ 7 ]
Sejarah
Proses masuknya penutur bahasa Madura ke wilayah Banyuwangi dimulai pada abad ke-19 atau bahkan sebelumnya, ketika itu terjadi migrasi orang Jawa Mataram dan orang Madura ke kawasan Tapal Kuda , termasuk Banyuwangi yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Kerajaan Blambangan . Penutur bahasa Madura di Banyuwangi sebagian besar merupakan pendatang dari pulau Madura dan sebagian dari mereka juga berasal dari beberapa kabupaten di Jawa bagian timur yang pada saat itu sudah dihuni oleh suku Madura, seperti Situbondo , Bondowoso , Jember , Probolinggo , Pasuruan , dan Lumajang . Secara geografis, masyarakat Madura di Banyuwangi tinggal di daerah pesisir dan bermata pencaharian sebagai nelayan, juga di daerah perkebunan dekat perbukitan. Seperti di Muncar , mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, [ 3 ] sementara di Glenmore mereka adalah mantan pekerja perkebunan di sana. [ 8 ]

Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, beberapa kebijakan dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda . Salah satunya adalah Undang-Undang Agraria ( Agrarischewet ) yang menyebabkan meningkatnya jumlah industri, baik di sektor pertanian maupun perkebunan. Undang-undang ini menjadi titik awal liberalisasi ekonomi di Hindia Belanda dan menandai berakhirnya sistem tanam paksa yang telah berlaku sejak 1830 di bawah pemerintahan Gubernur Van Den Bosch. Pemberlakuan Undang-Undang Agraria tahun 1870 juga mendorong keterbukaan Jawa terhadap perusahaan swasta. Perkebunan dan pertanian, yang pernah dikuasai oleh pemerintah Belanda, secara bertahap mulai beralih ke tangan swasta. [ 9 ] Terdapat satu perkebunan swasta yang menjadi asal muasal banyaknya pendatang Madura di Banyuwangi, yaitu Glenmore, seperti banyak daerah di Indonesia, Glenmore berkembang pada masa penjajahan Belanda. Glenmore Estate, yang dimiliki oleh orang Skotlandia , Ross Taylor, dikembangkan di bawah pengaruh kebijakan kolonial yang berupaya memaksimalkan akumulasi modal dari sektor perkebunan. Undang-undang tersebut membuka peluang bagi perusahaan swasta Eropa untuk menguasai wilayah tanah yang luas di Jawa Timur, termasuk Glenmore. Tenaga kerja di sana sebagian besar terdiri dari buruh lokal dan buruh kontrak dari luar daerah, seperti Madura dan Jawa Tengah . [ 10 ]
Sejak dibukanya perkebunan swasta di Banyuwangi, mereka terus mendatangkan tenaga kerja dari berbagai daerah, terutama Madura. Secara bertahap, komunitas pendatang ini tidak hanya mendiami area di dalam perkebunan, tetapi meluas hingga ke pinggiran perkebunan dan membentuk komunitas pemukiman baru. Khusus di bagian selatan perkebunan, pertama kali terbentuk sebuah pemukiman yang dibuka oleh mbah (sebutan untuk orang yang dituakan) Yasin, seorang sesepuh masyarakat Madura. Kedatangan orang Madura ke Glenmore memiliki beberapa periode, periode pertama tidak terlepas dari tawaran Belanda dan pemilik perkebunan. Gelombang pertama kedatangan mereka bertepatan dengan pembukaan perkebunan, termasuk perkebunan Glenmore. [ 11 ]
Dalam catatan penguasaan Keraton Sumenep , migrasi pertama orang Madura ke pesisir utara Jawa dimulai pada tahun 1857, dengan jumlah mencapai 20.000 hingga 40.000 orang pada awal tahun 1900-an. Mereka menduduki kota-kota pesisir yang dikenal sebagai kawasan Tapal Kuda . Periode migrasi awal ini kemudian diikuti oleh gelombang imigran berikutnya yang memasuki wilayah perkebunan, terutama yang baru saja dibuka. Imigran asal Madura yang masuk ke Glenmore diperkirakan terjadi pada tahun 1910 sampai dengan tahun 1920 seiring dengan beroperasinya perkebunan Glenmore. Kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik membuat mereka tertarik bekerja di perkebunan. Kondisi ini menjadikan perkebunan menjadi salah satu pusat pemukiman masyarakat pendatang dari Madura. Seperti halnya masa-masa awal, kedatangan para pekerja asal Madura ini diikuti oleh saudara, saudara kandung, bahkan tetangga di kampung halamannya. Akan tetapi, periode terakhir yang datang pada awal tahun 1920-an tidak melibatkan semua dari mereka yang bekerja di perkebunan. Mereka memilih bekerja di sektor lain seperti tukang cukur, pedagang makanan, kuli angkut di sekitar tempat perdagangan tanah. [ 12 ]
Penggunaan
Hubungan kekerabatan bahasa Madura di Banyuwangi dengan bahasa Madura di daerah asalnya ( Pulau Madura ) menunjukkan adanya perbedaan, meskipun tidak signifikan. Hal ini dikarenakan pengaruh letak geografis Banyuwangi yang jauh dari wilayah asalnya. Selain itu, masyarakat Madura di Banyuwangi cenderung terdengar 'lebih kasar' dalam bertutur, terutama karena wilayah pemukimannya berada di pesisir pantai, seperti di kecamatan Muncar, di mana orang cenderung berbicara lebih keras saat berkomunikasi. Bahasa Madura yang digunakan cenderung menggunakan bahasa kasar tingkat rendah, enja'-iya , pada tataran bahasa. [ 13 ] Perbedaan ini disebabkan karena bahasa Madura Banyuwangi berada di wilayah tutur bahasa Madura yang terpencil, dan berbatasan langsung dengan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Osing , Jawa Mataraman , Jawa Arekan , dan Bali . [ 7 ]
Penutur bahasa Madura di Banyuwangi tidak hanya menggunakan bahasanya ketika berkomunikasi dengan suku Madura lainnya, tetapi juga ketika berkomunikasi dengan suku lain, khususnya orang Jawa . Bahasa halus engghi-bhunten juga digunakan, namun sangat jarang digunakan, hanya digunakan pada kegiatan-kegiatan tertentu saja seperti yang berhubungan dengan peribadatan, maupun kegiatan-kegiatan formal maupun nonformal yang diikuti oleh para sesepuh. [ 13 ] Bahasa Madura Banyuwangi juga digunakan dalam berbagai bentuk kesenian oleh penuturnya, seperti dalam lagu-lagu dan paduan suara Madura, [ 14 ] juga tradisi mamaca ('membaca syair'), khususnya Serat Mi'raj yang dibaca setiap bulan Rajab . [ 15 ] Bahasa Madura Banyuwangi juga menyerap kosakata dari bahasa lain, terutama bahasa Indonesia , yang merupakan bahasa komunikasi umum di sana, seperti pada kata degengan dari kata 'dagangan' dalam bahasa Indonesia, juga reduplikasi seperti roma-roma dari kata 'rumah-rumah', juga leksikal baru yang diperoleh akibat kata serapan dari bahasa Indonesia, seperti kata roma sake dari kata 'rumah sakit' dalam bahasa Indonesia. [ 16 ]
Distribusi geografis
Bahasa Madura Banyuwangi terutama digunakan di daerah perbatasan, kedudukannya sebagai bahasa dominan di perbatasan. [ 2 ] Penutur bahasa Madura merupakan mayoritas di beberapa kecamatan, seperti Glenmore , Kalibaru , Kalipuro , Wongsorejo , dan Muncar yang merupakan daerah kantong bahasa Madura, letaknya dikelilingi oleh penutur bahasa Osing dan penutur bahasa Jawa Mataraman . [ 1 ] Selain itu, penutur bahasa Madura juga terdapat di beberapa kecamatan lain di Banyuwangi, seperti di desa Tamansari , kecamatan Licin , terutama di dusun Ampelgading, karena letak geografisnya yang terpencil di kaki gunung, juga lebih dekat dengan pemukiman penduduk berbahasa Madura di Bondowoso . Sementara itu, desa-desa lain di kecamatan Licin sebagian besar penduduknya berbahasa Osing. [ 2 ] Kecamatan lain yang penduduknya berbahasa Madura, namun bukan merupakan mayoritas terdapat di kecamatan Songgon . [ 17 ] Hal ini diketahui karena adanya tradisi mamaca yang merupakan tradisi khas masyarakat Madura. [ 18 ] Di Banyuwangi Kota , penggunaannya lebih fleksibel dan sulit diperkirakan, daerah ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya suku-suku bangsa di kepulauan Indonesia untuk berbaur satu sama lain. Bahasa Madura yang masih banyak digunakan juga cukup berpengaruh terhadap bahasa-bahasa minoritas lainnya, seperti di Kampung Mandar , di mana orang-orang keturunan Mandar asal Sulawesi berbicara menggunakan bahasa Mandar dan Melayu , mamun lambat laun bahasa Madura mulai mempengaruhi bahkan menggantikan bahasa Mandar. [ 19 ]
Di Muncar, wilayah kantong bahasa Madura di Banyuwangi, penduduknya terbagi menjadi beberapa kelompok etnis, orang Madura berjumlah hampir 72,3% dari populasinya, orang Jawa (termasuk Osing) berjumlah 26,4%, dan 1,2% terdiri dari kelompok etnis lain termasuk Bugis , Makassar , dan Tionghoa . Penutur bahasa Madura banyak terdapat di desa Tembokrejo dan Kedungrejo , di mana mereka telah tinggal dan beranak-pinak sejak era penjajahan Belanda dan tidak pernah kembali ke kampung halaman mereka. [ 16 ] Kehadiran penutur bahasa Madura di kecamatan Glenmore terutama disebabkan oleh sejarah perkebunan swasta di sana yang menarik banyak pekerja dari Pulau Madura, terutama dari tahun 1910 hingga 1920. Sebagian besar dari mereka tidak kembali ke kampung halaman, melainkan membentuk pemukiman etnis Madura. [ 12 ] Di Papring, sebuah lingkungan di kecamatan Kalipuro, bahasa Madura dan bahasa Osing digunakan bersama-sama, terutama karena adanya perkawinan antaretnis. [ 5 ] Fenomena ini dikenal dengan istilah lokal tubruk bahasa yang berarti 'bahasa yang bertabrakan' atau 'bahasa yang bercampur'. [ 20 ]
Dialek
Berdasarkan penelitian berdasarkan teori dialektologi diakronik, dengan mengungkap jumlah varian, kekerabatan masing-masing varian, dan sebaran geografis bahasa Madura Banyuwangi ditemukan tiga ragam atau dialek, yaitu Kalipuro–Wongsorejo, Glenmore–Kalibaru, dan Muncar. Di mana yang terakhir adalah ragam yang paling berbeda dibandingkan dengan yang lain, terutama karena merupakan kantong bahasa yang dikelilingi oleh penutur bahasa Osing dan Jawa Mataraman . [ 21 ]
Kosakata
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahasa Madura Banyuwangi memiliki banyak kesamaan dalam kosakata dengan bahasa Madura Probolinggo dan bahasa Madura Situbondo , berikut perbandingannya. [ 22 ]
Glosa | Madura | ||
---|---|---|---|
Banyuwangi | Probolinggo | Situbondo | |
bakar | obbhâr | tonoh | obbhâr |
baring | ghentang | ghentang | tèdung |
gosok | osso | ngosso | osso |
hisap | serghuk | nyerghuk | ngenyot |
hitung | bitong | bitong | bitong |
ikat | talè'èn | nalè'èh | talèh |
jatuh | gegger | gegger | labu |
lempar | kentor | sèmpat | ontal |
nafas | nyabâ | nyabâ | nyabâ |
nyanyi | nyanyi | nyanyi | nyanyi |
Lihat juga
Referensi
Catatan
- ^ Perhitungan penutur didasarkan pada lima kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yang mayoritas penduduknya berbahasa Madura, dengan perkiraan jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2024.
Catatan kaki
- ^ a b Istiqomah et al . (Nourma) , hlm. 76–77.
- ^ a b c Mukaromah, Masrohatin & Amalia (2025) , hlm. 499.
- ^ a b Istiqomah et al . (Nourma) , hlm. 78.
- ^ Istiqomah et al . (Nourma) , hlm. 79.
- ^ a b Kholiq (2019) , hlm. 149.
- ^ Uqraniyyah, Anggraeni & Suaedi (2024) , hlm. 23312.
- ^ a b Istiqomah et al . (Nourma) , hlm. 75.
- ^ Dikrulloh (2024) , hlm. 44.
- ^ Dikrulloh (2024) , hlm. 2–3.
- ^ Dikrulloh (2024) , hlm. 17.
- ^ Dikrulloh (2024) , hlm. 63–64.
- ^ a b Dikrulloh (2024) , hlm. 64.
- ^ a b Astuti, Laksono & Sodiq (2021) , hlm. 263.
- ^ Sodiqin, Ali (9 Desember 2022). "Bawakan Lagu Etnis Madura, SMPN 1 Glenmore Jawara Paduan Suara Etnik Nusantara" . radarbanyuwangi.jawapos.com . Radar Banyuwangi . Diakses tanggal 26 Juli 2025 .
- ^ Notonegero, Ayung (3 April 2019). "Serat Mi'raj, Jejak Tradisi Madura di Banyuwangi" . alif.id . Alif . Diakses tanggal 26 Juli 2025 .
- ^ a b Astuti, Laksono & Sodiq (2021) , hlm. 262.
- ^ Jodi (2023) , hlm. 1.
- ^ Jodi (2023) , hlm. 3.
- ^ Najamudin, Athoilah Aly (26 Mei 2025). "Dialek Kampung Mandar Banyuwangi, Mengapa Berbeda dengan Tanah Leluhurnya?" . alif.id . Alif . Diakses tanggal 26 Juli 2025 .
- ^ Kholiq (2019) , hlm. 156–157.
- ^ Ruriana, Puspa (2007). "Bahasa Madura di Kabupaten Banyuwangi: Kajian Dialektologi" . dapobas.kemdikbud.go.id . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia . Diakses tanggal 26 Juli 2025 – via Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan.
- ^ Uqraniyyah, Anggraeni & Suaedi (2024) , hlm. 23313–23314.
Daftar pustaka
- Mukaromah, Inayatul; Masrohatin, Siti; Amalia, Radella (2025). . AKM: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat . 5 (2). Jember : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq: 491– 501. doi : 10.36908/akm.v5i2.1236 . ISSN 2774-2253 .
- Istiqomah, Hanin Fathan Nurfina; Pratama, Gilang; Mushoffa; Sari, Ayu Indah; Nourma, Icha; Holifatullah; Ningrum, Feby Tyas (2024). . Wahana: Jurnal Media Bahasa, Sastra, dan Budaya . 30 (1). Banyuwangi : Universitas Bakti Indonesia: 73– 84. ISSN 2622-4356 .
- Uqraniyyah, Siti Murtifatul; Anggraeni, Astri Widyaruli; Suaedi, Hasan (2024). (PDF) . Tambusai: Jurnal Pendidikan . 8 (2). Jember : Universitas Muhammadiyah Jember: 23309– 23320. ISSN 2614-3097 .
- Astuti, Istri May; Laksono, Kisyani; Sodiq, Syamsul (2021). "Variasi Bahasa Madura di Kecamatan Muncar, Banyuwangi: Kajian Dialektologi Diakronis" . Jurnal Education and Development . 9 (2). Surabaya : Universitas Negeri Surabaya : 261– 264. ISSN 2614-6061 .
- Dikrulloh, Fiqqi (2024). Sejarah Perkembangan Glenmore Estate di Banyuwangi Tahun 1920–1928 (PDF) (Thesis). Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora. Jember : UIN Kiai Haji Achmad Siddiq – via Digital Library UINKHAS.
- Kholiq, Ilham Nur (2019). . Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran Hukum Islam . 16 (1). Banyuwangi : Institut Agama Islam Darussalam Blokagung: 146– 167. ISSN 2549-4171 .
- Jodi, Jergian (2023). Perubahan Tradisi Mamaca Ketab Mi’raj Masyarakat Madura di Kecamatan Songgon Banyuwangi 1950–1980 (PDF) (Thesis). Fakultas Adab dan Ilmu Budaya. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga – via Digital Library UINSUKA.