Kejutan terjadi di babak playoff knockout Liga Champions 2024/2025. Juventus, raksasa Serie A, harus angkat koper lebih cepat dari perkiraan setelah dikalahkan PSV Eindhoven dengan agregat 3-4. Kekalahan 1-3 di Stadion Philips, Eindhoven pada Kamis (20/2/2025) dini hari WIB memastikan Si Nyonya Tua gagal melaju ke babak 16 besar. Ini menjadi pukulan telak bagi Juventus, sekaligus menambah daftar panjang kegagalan klub-klub Italia di kompetisi elit Eropa musim ini.
Kegagalan Juventus ini menyusul eliminasi dua klub Serie A lainnya, Atalanta dan AC Milan, yang masing-masing disingkirkan oleh Club Brugge dan Feyenoord. Atas kejadian ini, Serie A hanya diwakili satu tim di babak 16 besar Liga Champions untuk ketiga kalinya dalam sejarah, setelah Juventus pada 2014-15 dan AC Milan pada 2013-14. Fakta mengejutkan ini semakin memperkuat pertanyaan tentang kekuatan relatif Serie A dibandingkan liga-liga top Eropa lainnya. Mengapa klub-klub Italia, yang biasanya menjadi pesaing kuat, justru mengalami kesulitan di Liga Champions musim ini?
Pertandingan antara PSV dan Juventus sendiri berlangsung sengit. PSV, yang secara di atas kertas dianggap lebih lemah, tampil luar biasa efektif dan mampu memanfaatkan peluang dengan baik. Sementara itu, performa Juventus terkesan kurang meyakinkan. Keputusan pelatih Thiago Motta untuk menarik keluar dua gelandang kunci, Manuel Locatelli dan Teun Koopmeiners, memicu pertanyaan. Motta sendiri menjelaskan bahwa pergantian tersebut terpaksa dilakukan karena kondisi fisik pemain yang kurang fit. Koopmeiners demam, sementara Cambiaso mengalami masalah kebugaran setelah absen cukup lama. Apakah keputusan ini tepat? Apakah ada strategi lain yang bisa diterapkan Motta untuk menghindari kekalahan? Ini menjadi bahan perdebatan di kalangan pecinta sepak bola.
Statistik pertandingan pun menunjukkan dominasi PSV. Mereka unggul dalam penguasaan bola (60% berbanding 40%), tembakan (25 berbanding 15), dan tembakan tepat sasaran (10 berbanding 4). Juventus, meski melakukan lebih banyak pelanggaran, gagal memaksimalkan peluang yang didapat.
Kegagalan Juventus di Liga Champions menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas dan strategi tim, serta kemampuan Serie A untuk bersaing di panggung Eropa. Apakah musim depan, Juventus akan mampu bangkit dan kembali menjadi kekuatan yang disegani di Liga Champions? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.
Kejutan terjadi di babak playoff knockout Liga Champions 2024/2025. Juventus, raksasa Serie A, harus angkat koper lebih cepat dari perkiraan setelah dikalahkan PSV Eindhoven dengan agregat 3-4. Kekalahan 1-3 di Stadion Philips, Eindhoven pada Kamis (20/2/2025) dini hari WIB memastikan Si Nyonya Tua gagal melaju ke babak 16 besar. Ini menjadi pukulan telak bagi Juventus, sekaligus menambah daftar panjang kegagalan klub-klub Italia di kompetisi elit Eropa musim ini.
Kegagalan Juventus ini menyusul eliminasi dua klub Serie A lainnya, Atalanta dan AC Milan, yang masing-masing disingkirkan oleh Club Brugge dan Feyenoord. Atas kejadian ini, Serie A hanya diwakili satu tim di babak 16 besar Liga Champions untuk ketiga kalinya dalam sejarah, setelah Juventus pada 2014-15 dan AC Milan pada 2013-14. Fakta mengejutkan ini semakin memperkuat pertanyaan tentang kekuatan relatif Serie A dibandingkan liga-liga top Eropa lainnya. Mengapa klub-klub Italia, yang biasanya menjadi pesaing kuat, justru mengalami kesulitan di Liga Champions musim ini?
Pertandingan antara PSV dan Juventus sendiri berlangsung sengit. PSV, yang secara di atas kertas dianggap lebih lemah, tampil luar biasa efektif dan mampu memanfaatkan peluang dengan baik. Sementara itu, performa Juventus terkesan kurang meyakinkan. Keputusan pelatih Thiago Motta untuk menarik keluar dua gelandang kunci, Manuel Locatelli dan Teun Koopmeiners, memicu pertanyaan. Motta sendiri menjelaskan bahwa pergantian tersebut terpaksa dilakukan karena kondisi fisik pemain yang kurang fit. Koopmeiners demam, sementara Cambiaso mengalami masalah kebugaran setelah absen cukup lama. Apakah keputusan ini tepat? Apakah ada strategi lain yang bisa diterapkan Motta untuk menghindari kekalahan? Ini menjadi bahan perdebatan di kalangan pecinta sepak bola.
Statistik pertandingan pun menunjukkan dominasi PSV. Mereka unggul dalam penguasaan bola (60% berbanding 40%), tembakan (25 berbanding 15), dan tembakan tepat sasaran (10 berbanding 4). Juventus, meski melakukan lebih banyak pelanggaran, gagal memaksimalkan peluang yang didapat.
Kegagalan Juventus di Liga Champions menjadi sorotan utama, menimbulkan pertanyaan besar mengenai kualitas dan strategi tim, serta kemampuan Serie A untuk bersaing di panggung Eropa. Apakah musim depan, Juventus akan mampu bangkit dan kembali menjadi kekuatan yang disegani di Liga Champions? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.