Chelsea Habiskan Triliunan, Tapi Tetap Mandul di Lini Depan
London – Chelsea, klub raksasa Liga Inggris, tengah menghadapi krisis akut di lini depan. Meskipun telah menggelontorkan dana fantastis mencapai Rp30,5 triliun sejak diakuisisi Clearlake Capital dan Todd Boehly, The Blues masih kesulitan mencetak gol dan tampil tumpul di sepertiga lapangan lawan. Kekalahan 0-3 dari Brighton akhir pekan lalu menjadi bukti nyata betapa seriusnya masalah ini.
Investasi besar-besaran yang mencapai lebih dari 1,5 miliar poundsterling (Rp30,5 triliun) terutama difokuskan pada pemain sayap dan gelandang serang. Nama-nama besar seperti Christopher Nkunku, Raheem Sterling, Mykhaylo Mudryk, Pedro Neto, Joao Felix, dan Cole Palmer didatangkan, namun hasilnya tak sesuai harapan. Hanya Cole Palmer yang tampil konsisten, namun satu pemain saja jelas tidak cukup untuk mengangkat performa Chelsea. Kegagalan manajemen dalam mengamankan striker kelas dunia semakin memperparah keadaan. Joao Felix, yang dibeli secara permanen setelah masa peminjaman, bahkan kini dipinjamkan ke AC Milan.
Situasi semakin memburuk dengan rentetan cedera yang menimpa para pemain kunci. Nicolas Jackson, satu-satunya striker andalan, harus menepi selama enam minggu akibat cedera hamstring. Marc Guiu, yang bahkan belum debut di Premier League, juga mengalami cedera pangkal paha. Belum lagi absennya Mykhaylo Mudryk karena skorsing dan cedera hamstring yang dialami Noni Madueke. Kondisi ini membuat Enzo Maresca, pelatih Chelsea, hanya memiliki tiga opsi penyerang yang fit: Cole Palmer, Pedro Neto, dan Jadon Sancho.
Tanpa striker murni yang handal, Chelsea kesulitan membongkar pertahanan lawan. Mereka tampak kehilangan daya gedor dan terancam tertinggal jauh dari persaingan empat besar Liga Inggris. Jika tak segera menemukan solusi, masa depan Chelsea di musim ini nampaknya akan sangat suram. Pengeluaran fantastis yang telah dilakukan sejauh ini nampaknya belum membuahkan hasil yang diharapkan, bahkan justru menjadi beban tersendiri bagi klub. Pertanyaan besar kini muncul: kemana sebenarnya triliunan rupiah itu mengalir?