KERACUNAN MAKANAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN
Keracunan makanan ( Food Intoxication )
Menurut DEPKES RI (1999) keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba, atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Keracunan makanan yang muncul akibat dari konsumsi makanan yang mengandung racun, contohnya seperti jamur, kerang, pestisida, susu, bahan beracun akibat pembusukan makanan dan bakteri. Berdasarkan sumber dari WHO bahwa kasus keracunan akibat makanan ini banyak dialami oleh beberapa negara dengan penyebab yang beragam. Kejadian resiko keracunan meningkat disebabkan faktor mikroba, bakteri, faktor pejamu dan faktor yang berkaitan dengan diet.
Penyebab Keracunan Makanan
Penyebab keracunan makanan adalah cemaran yang terdapat dalam makanan, yang termakan bersama makanan yang bersangkutan hingga menimbulkan gangguan kesehatan. Penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat digolongkan sebagai keracunan makanan ( foodborne intoxications), dan infeksi ( foodborne infections), termasuk di dalamnya penyakit yang disebabkan oleh zat kimia seperti logam dan zat-zat organik. Kelainan yang ditimbulkan dapat digolongkan menjadi:
- Keracunan karena makan makanan yang mengandung zat-zat kimia beracun atau toksin yang dihasilkan oleh organisme mikro patogen. Contoh: Clostridium botulinum, Staphyloccocus aureus, Bacillius cereus.
- Infeksi karena bakteri, virus atau infeksi parasitik. Contoh: Brucellosis, diare yang disebabkan oleh E. Coli, Salmonellosis, Hepatitis A.
- Toksin yang dihasilkan oleh spesies alga yang berbahaya. Contoh: Ciguatera fish poisoning paralitic silfish poisoning, neurotoxic selfish poisoning.
Seperti yang sudah dijelaskan, keracunan yang dihasilkan mikroba maupun bakteri ini berperan besar dalam menyebabkan gejala keracunan makanan. Ada tiga spesies bakteri yang secara menyebabkan keracunan makanan, khususnya di Indonesia. Bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus , Berikut penjelasan mengenai beberapa bakteri penyebab keracunan makanan.
Staphylococcus aureus
Genus Staphylococcus masuk kedalam bakteri gram positif hidup secara fakultatif anaerob, berbentuk bulat nampak seperti sekumpulan anggur, tidak bergerak, dan tidak berspora. Genus Staphylococcus terbagi dalam 2 kelompok. Pembagian berdasarkan kemampuan bakteri untuk memproduksi enzim koagulase, yaitu sebuah enzim yang berfungsi menyebabkan pembekuan darah. Kelompok tersebut adalah Coagulase-positive Staphylococcus , yang didalamnya termasuk spesies yang sudah banyak dikenal S. aureus . Dan kelompok Coagulase-Negative Staphylococcus (CoNS). S. aureus adalah spesies paling patogen dari genus Staphylococcus , yang menyebabkan infeksi nosocomial maupun community-acquired infection . Bakteri ini terdapat pada kulit, bagian hidung ataupun pada tenggorokan manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan sejumlah penyakit mulai dari penyakit kulit ringan seperti acne vulgaris, cellulitis folliculitis , sampai pada penyakit berat seperti pnemonia, meningitis, osteomyelitis endocarditis, toxic shock syndrome dan septicemia .
Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Syahrurahman et al., (2010)
Domain : Bacteria
Kingdom : eubacteria
Ordo : Eubacteriales
Filum : Firmicutes
Familli : Micrococcoaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Bakteri S. Aureus dapat menyebabkan penyakit karena kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan tubuh serta memiliki beberapa toksin dan enzim yang dapat merusak organisme lain.
- Exotoksin : Merupakan suatu campuran termolabil dapat di saring bagi binbagi binatang pada penyuntikan, menyebabkan neukrosis pada kulit dan mengandung beberapa hemolisin yang dapat larut dan dipisahkan dengan elektroforesis.
- Leukosidin : Merupakan suatu zat yang bisa larut dan mematikan sel darah putih pada berbagai spesies binatang yang kontak dengannya
- Enterotoksin : Merupakan suatu zat yang bisa larut dan dihasilkan oleh strain tertentu, yang merupakan penyabab penting keracunan makanan.
- Koagulase : Suatu enzim yang dapat mengumpulkan plasma atau serum dengan bantuan suatu faktor yang terdapat pada serum. Faktor koagulase pereaksi serum dengan koagulase untuk menghasilkan esterase dan aktifitas pembekuan dengan cara yang sama seperti pengaktifan prhotrombin menjadi thrombin. Koagulase mampu menghasilkan fibrin pda permukaan staphylococcus.
- Enzim : Zat lain yang dihasilkan adalah hialuronidase adalah faktor penyebar s taphylokinase yang mengakibatkan fibrinolysis tetapi bekerja lebih lamban dari pada steretokinase, betalaktamase, dan lipase toksin eksfoliatif yang menyrbabkan sindroma lepuh kulit. Infeksi oleh staphylococcus aureus ini terutama menimbulkan penyakit pada manusi setiap jaringan atau alat tubuh dapat di infeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda khas yaitu peradangan, nikrosis dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu impiyemia yang fatal (Mulyati, 2019).
Penemuan Kasus Keracunan Staphylococcus aureus
- Staphylococcus aureus pada Daging Ayam
Hasil makanan asal hewan terbesar di Indonesia adalah daging ayam. Total konsumsi daging ayam di Indonesia mcncapai 65.5% (daging sapi 20.7%, lain-lain 13.8%) dari total produksi daging nasional sebesar 2.07 juta ton. Pencemaran oleh S. aureus pada daging ayam dapat terjadi pada berbagai tahap pemprosesan karkas ayam. Kehadiran S. aureus tidak hanya berasal dari ayam itu sendiri, namun dapat pula berasal dari pekerja di rumah potong unggas (RPU). Di Indonesia pada tahun 2003 pemah dilaporkan adanya kasus keracunan yang menimpa 105 orang buruh pabrik setelah mengkonsumsi soto ayam yang diduga mengandung toksin S. aureus. Di tahun yang sama, BPOM melaporkan adanya 42 kasus keracunan yang berbeda. Pada tahun 2004, dilaporkan pula telah terjadi 62 kasus keracunan yang tercatat dari bulan Januari hingga September (Nugroho 2005).
Pada kasus lain juga ditemukan bahwa sebanyak 94 sampel karkas ayam dan produk olahannya dari pasar tradisional dan supermarket di Bandung, Bekasi, dan dari rumah potong ayam di Bogor telah dilakukan isolasi, identifikasi dan perhitungan bakteri Staphylococcus aureus . Hasil penelitian pada kasus ini menunjukkan bahwa sebanyak 41,33% dan 0% sampel karkas ayam masing-masing dari pasar tradisional di Bandung dan Bekasi, pasar swalayan di Bandung dan Bekasi, dan rumah potong ayam di Bogor telah tercemar bakteri Staphylococcus aureus . (Chotiah, 2009).
- Staphylococcus aureus pada produk minuman susu
Beberapa kasus keracunan yang disebabkan oleh konsumsi minuman susu terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yakni pada bulan September 2004 pada 72 siswa Sekolah Dasar di Tulung Agung Jawa Timur, pada tanggal 2 Juni 2009 pada 10 siswa Sekolah Dasar di Cipayung Jakarta Timur, dan 293 siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Sindangkarta, Kabupaten Bandung. Hasil analisis Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah Eschericia coli dan Staphylococcus aureus (Suwito, 2010). Keracunan yang ditimbulkan tersebut sebagai akibat adanya kontaminasi dan penanganan kurang tepat selama proses pengolahan sehingga susu mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Tanda dan Gejala Keracunan Staphylococcus aureus
Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan 3 ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan, et al., 1994 ; Jawetz et al., 1995). Gejala terinfeksi staphylococcus aureus tergantung pada area kulit yang terinfeksi. Infeksi kulit dari staphylococcus aureus , muncul sebagai area benjolan atau sakit pada kulit yang dapat menyerupai gigitan serangga.
Tanda bagian kulit yang biasanya terinfeksi adalah:
- Berwarna merah
- Menjadi meradang
- Terasa menyakitkan
- Terasa panas saat disentuh
- Ada cairan nanah
Gejala infeksi dalam tahap serius dapat meliputi:
- Merasakan demam tinggi
- Badan terasa panas dingin
- Pusing
- Nyeri otot
- Nyeri dada
- Batuk
- Sesak napas
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), gejala keracunan makanan yang dianggap parah dan membutuhkan evaluasi medis antara lain:
- Tanda-tanda dehidrasi
- Demam di atas 102 derajat F
- Sering muntah yang tidak memungkinkan Anda menahan cairan
- Diare yang berlangsung lebih dari tiga hari
Sifat Enterotoksin Keracunan Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri patogen penyebab sebagian besar infeksi pada manusia, mulai dari infeksi kulit yang sangat sederhana sampai mampu menginfeksi sistem kekebalan tubuh. Toxic shock syndrome toxin-1 (TSST-1) merupakan satu dari beberapa toksin yang dihasilkan oleh S. aureus. Toksin TSST-1 mampu mengakibatkan penyakit multiorgan pada manusia yang disebut toxic shock syndrome (TSS). Toksin TSST-1 disandikan oleh gen tst ( toxic shock toxin ) (See dan Chow, 1989). Gen tst tersebut berlokasi pada kromosom bakteri dalam pola unsur genetik 15-19 kb pathogenicity islands (SaPIs) (Ruzin et al., 2001). Tertelannya TSST-1 melalui makanan oleh manusia merupakan penyebab terjadinya keracunan. Menurut hasil riset Yarwood et al. (2002), diprediksi selain enterotoksin ditemukan juga TSST-1 dalam aktivitas biologi dan beberapa kasus keracunan makanan. Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Orwin et al. (2001), bahwa TSST-1 yang dihasilkan oleh S. aureus merupakan penyebab utama keracunan makanan, karena banyaknya kemiripan aktivitas biologi antara TSST-1 dengan staphylococcal enterotoksin. Penelitian ini bertujuan mendeteksi gen tst isolat S. aureus susu sapi perah dan susu kambing sebagai langkah awal dalam pencegahan beberapa kasus keracunan susu.
Bacillus cereus
Bacillus cereus adalah bakteri gram positif, aerobik fakultatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,3—2,2 µm x 1,32—7,0 µm, banyak terdapat di dalam tanah dan dapat membentuk endospora. Spora B. cereus tahan terhadap panas dan radiasi. Jenis makanan yang sering ditumbuhi B. cereus adalah daging, nasi, sayuran, sosis, makaroni, ikan, susu atau es krim. Makanan penyebab keracunan umumnya mengandung sel B. cereus dalam jumlah tinggi . B. cereus tumbuh cepat apabila substratnya mengandung karbohidrat. Sedangkan apabila substratnya tidak mengandung karbohidrat, pertumbuhannya akan sangat lambat dan tidak dapat membentuk toksin. B. cereus dapat tumbuh secara baik pada media yang mengandung 0.025 M glukosa dan mencapai maksimum setelah 4.5 jam (Supardi dan Sukamto, 1999). Produksi toksin terjadi selama pertumbuhan logaritmik, dan mencapai maksimum sampai glukosa di dalam medium habis dipecah oleh bakteri tersebut.
Penemuan Kasus Keracunan Bacillus cereus
Berdasarkan penelitian insidensi keracunan makanan Pusat Studi Makanan dan Gizi UGM pada tahun 1993-2000 terdapat sebuah kasus keracunan makanan akibat Bacillus cereus yang ditemukan pada seseorang setelah mengkonsumsi nasi goreng yang mengandung 350 juta sel Bacillus cereus per gram sampel. Menurut WHO pada tahun 2009 angka insidensi akibat Bacillus cereus ≥ 100 kasus per 1000 penduduk (Arisman, 2009).
Kasus lain juga terjadi di Kantor X Kalasan pada Rabu 8 Mei 2018 keracunan makanan akibat mengkonsumsi makanan tahu bakso yang diduga telah terkontaminasi oleh Bacillus cereus. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 46 (51%) yang sakit dari 91 populasi beresiko. Kasus keracunan makanan didominasi perempuan (58,21%) dengan kelompok umur 21-30 tahun (70,00%). Gejala yang banyak dialami adalah mual (85%) dan diare (65%). Masa inkubasi kasus adalah 2-44 jam dengan rata-rata 23 jam. Bakteri yang diduga menjadi penyebab adalah Bacillus cereus karena makanan diletakkan pada suhu ruangan >2 jam.
Di negara lain selain Indonesia juga terdapat kasus serupa seorang mahasiswa Belgia berinisial AJ (20) meninggal setelah memakan spaghetti dengan saus tomat yang ia simpan di kulkas 5 hari lamanya. Kasus ini terjadi pada 1 Oktober 2008 di rumahnya di Brussels, Belgia. Dilansir dari laporan Jurnal Mikrobiologi Klinis, 30 menit setelah memakan spaghetti itu AJ pergi meninggalkan rumah untuk berolahraga, namun tak lama kemudian ia pulang karena merasa sakit kepala, mual dan sakit perut. Ia menghabiskan beberapa jam berikutnya dengan muntah-muntah dan diare. Sayangnya, AJ tidak mencari bantuan medis dan kemudian tidur di kasurnya. Keesokan paginya, orangtuanya menemukan putra mereka telah meninggal. Menurut Profesor Bernard, misteri terakhir dari kematian AJ bukanlah spaghetti yang ia makan, namun obat sakit perut yang AJ minum sebelum tidur. Ia mengklaim kematian AJ disebabkan oleh keracunan makanan dari Bacillus Cereus dikombinasikan dengan overdosis obat sakit perut yang membuat liver AJ berhenti berfungsi.
Tanda dan Gejala Keracunan Bacillus cereus
Bacillus cereus memproduksi dua macam gejala yang berbeda yaitu sindrom emesis dan diare. Keduanya ditimbulkan oleh toksin yang berbeda. Toksin emetic (cereulide) menyebabkan gejala mual dan muntah sedangkan gejala diare disebabkan beberapa toksin yang mengganggu integritas membrane plasma sel epitel dari usus kecil. Tiga toksin yang teridentifikasi menyebabkan diare adalah sitotoksin hemolisin BL (Hbl) yang menyebabkan porus, enterotoksin non hemolitik (Nhe), dan sitotoksin K (CytK).
Gejala keracunan:
- Toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi makanan.
- Toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang tercemar.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari makanan berbahan beras, kentang tumbuk, makanan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tatalaksana Keracunan Makanan
Gejala Keracunan Makanan dan Penatalaksanaannya
Dikutip berdasarkan artikel Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen (Obat, B. P., & Indonesia, M. R. 2016) gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan. Gejala keracunan makanan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah mengkonsumsi makanan itu sendiri. Namun bisa saja, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih pendek, tergantung pada cemaran pada makanan. Gejala yang mungkin timbul antara lain mual dan muntah, kram perut, diare (dapat disertai darah), demam dan menggigil, rasa lemah dan lelah, serta sakit kepala.
Untuk keracunan makanan yang umum, biasanya pasien akan pulih setelah beberapa hari. Namun demikian ada beberapa kasus keracunan makanan yang cukup berbahaya. Pasien keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya dapat dirawat di rumah saja. Hal penting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi dengan cara segera memberikan air minum pada pasien untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena muntah dan diare. Pada pasien yang masih mengalami mual dan muntah sebaiknya tidak diberikan makanan padat. Alkohol, minuman berkafein, dan minuman yang mengandung gula juga sebaiknya dihindarkan.Pasien keracunan yang mengalami diare dan tidak dapat minum (misalnya karena mual dan muntah) akan memerlukan cairan yang yang diberikan melalui intravena. Pada penanganan keracunan makanan jarang diperlukan antibiotika. Pada beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan. Jika pasien keracunan makanan adalah bayi, anak kecil, orang lanjut usia, wanita hamil, dan orang yang mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh (imun) maka perlu segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
Pencegahan Keracunan Makanan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan makanan akibat bakteri patogen adalah:
- Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan.
- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
- Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan.
- Menjaga area dapur atau tempat mengolah makanan dari serangga dan hewan lainnya.
- Tidak meletakan makanan matang pada wadah yang sama dengan bahan makanan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
- Tidak mengkonsumsi makanan yang telah kadaluarsa atau makanan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
- Tidak mengkonsumsi makanan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
- Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
- Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
- Memasak makanan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat makanan mencapai suhu aman (>700C) selama minimal 20 menit.
- Menyimpan segera semua makanan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
- Tidak membiarkan makanan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
- Mempertahankan suhu makanan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
- Menyimpan produk makanan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
- Menyimpan produk makanan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
- Menyimpan makanan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
- Tidak membiarkan makanan beku mencair pada suhu ruang.
- Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.
Referensi
- Agusalim, F. Skripsi Kajian Metode Deteksi Bakteri Patogen Penyebab Penyakit Asal Makanan Di Pusat Riset Obat Dan Makanan Badan Pom Ri.
- Alfiyah, D. (2012). Pengaruh Medan Elektromagnetik Pada Bakteri Staphylococcus Aureus (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).
- Anjartama, G. M., Hadi, P., & Farida, H. (2017). Faktor Risiko Kolonisasi Staphylococcus Aureus Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro) , 6 (3), 1473-1479.
- Cahyadi. (2017). Identifikasi Salmonella Sp Dan Staphylococcus Aureus Pada Sosis Ayam Di Kecamatan Baturetno Wonogiri. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Setia Budi Surakarta.
- Efendi. (2020). Bahaya Bakteri Staphylococcus Aureus: Kenali Gejala, Penyebab Dan Pengobatannya. [Online]. Tersedia Di : Https://Www.Gooddoctor.Co.Id/Hidup-Sehat/Penyakit/Bakteri-Staphylococcus-Aureus-Gejala-Penyebab-Infeksi-Dan-Pengobatannya/
- Fitria, N. (2019). Pengaruh Rebusan Daun Mint (Mintha Piperita) Terhadap Penghambatan Bakteri Staphylococcus Aureus (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).
- Fitriyanto, E. T. (2017). Profil Total Protein Staphylococcus Aureus (Methycilin-Resisten Staphylococcus Aureus) (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
- Kusuma. (2009). Staphylococcus Aureus. Makalah. Universitas Padjadjaran.
- Obat, B. P., & Indonesia, M. R. (2016). Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen.
- Palupi, K. T., Adiningsih, M. W., Sunartatie, T., Afiff, U., & Purnawarman, T. (2010). Pengujian Staphylococcus Aureus Pada Daging Ayam Beku Yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak.
- Prasetyo, B., & Kusumaningrum, E. N. (2014). Deteksi Gen Tst Isolat Staphylococcus Aureus Melalui Amplifikasi 23s Rrna Asal Susu Kambing Dan Sapi Perah. Jurnal Kedokteran Hewan-Indonesian Journal Of Veterinary Sciences , 8 (1).
- Purnamasari, R. D., Handrianto, P., & Sudarwati, T. P. L. Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Asetonjamur Lingzhi (Ganoderma Lucidum) Terhadap Zona Hambat Bakteri Bacillus Cereus. Akademi Farmasi Surabaya .
- Rhomadhoni, M. N., Firdausi, N. J., & Herdiani, N. (2018). Tren Kejadian Keracunan Makanan Diberbagai Wilayah Di Indonesia Tahun 2014 Dan Tahun 2015. Medical Technology And Public Health Journal , 2 (1).
- Stefanus. (2019). Mahasiswa Belgia Meninggal Karena Memakan Pasta yang Ia Simpan 5 Hari Lamanya. [Online]. Tersedia di : https://idws.id/portal/gaya-hidup/health/2851/Mahasiswa-Belgia-Meninggal-Karena-Memakan-Pasta-yang-Ia-Simpan-5-Hari-Lamanya
- Wiariyanti, W. R., Lalu, R. V., Wibowo, T. A., & Prasetyaningsih, E. C. Keracunan makanan di BAPELKES Kalasan Kabupaten Sleman Provinsi DIY–2018. Berita Kedokteran Masyarakat , 34 (11), 1-7.