Kerajaan Pura Nagara adalah sebuah kerajaan yang berada di daerah Kalimantan Timur , tepatnya di Pesisir Timur Pulau Kalimantan , yang oleh O. I. Compagnie (VOC) negeri Pura Nagara (landen van Poura Nagara) disebut Pasir (Passir). [1]
Dalam dokumen Belanda, tercatat pertama kali pada tahun 1640 dengan sebutan Poerangara. [ 1 ] Sebuah laporan tahun 1671 menyebutkan bahwa kerajaan Pura Nagara (Poura Nagara) mempunyai seorang penguasa bernama Pangeran Mas (kemudian diketahui mempunyai gelar Panembahan Sura Ningrat (Panembahan Zoura Ningrat/Panambahan Soura Ningrat). [2] [ 2 ] Kerajaan Pura Nagara sendiri merupakan vassal dari Kesultanan Gowa ( Makassar ) sebelum melemah hegemoninya pada tahun 1667 (Perjanjian Bungaya) & 1669 (Jatuhnya Benteng Somba Opu). [ 3 ] Catatan terakhir (sepanjang yang baru diketahui) yang secara eksplisit mencatat tentang keberadaan kerajaan Pura Nagara adalah tahun 1693 yaitu pada salinan korespondensi antara Francois Prins (Presiden Benteng Rotterdam ) dengan seorang pangeran yang disebut Pangeran Pournegare (Panembahan van Pasir). [3] [4] [5]
Sejarah
Catatan awal Belanda mengenai wilayah Pasir dimulai pada tahun 1635, ketika koalisi O. I. Compagnie (VOC) dan Kesultanan Banjarmasin yang ketika itu berpusat di Martapura menyerang pedagang dari Jawa & Makassar di wilayah Pasir. Disebutkan dalam laporan commandeur Gerrit Thomasz Pool bahwa raja saat itu mempunyai istri yang merupakan saudara perempuan dari penguasa Makassar. [6]
Sebagai sebuah kerajaan vassal, kerajaan Pura Nagara merupakan tempat pilihan bagi para bangsawan Makassar untuk menjalani hukuman pengusiran dari tanah airnya. Salah satu bangsawan yang memilih Pasir sebagai tempat menjalani hukuman pengusiran adalah Karaeng Karunrung (Karaeng Koronrong) yang mempunyai nama lengkap Abdulhamid Karaeng Koronrong bin Machmoed, [ 4 ] putra dari Karaeng Pattingalloang bergelar Sultan Mahmud ( Kesultanan Tallo ). Selama di Pasir (sampai dengan bulan Juni tahun 1666), Karaeng Koronrong menikah dengan salah satu Puteri Pasir. Dari pernikahan tersebut kemudian dikaruniai seorang anak perempuan bernama Daeng Mattena, lebih dikenal dengan nama Karaeng Bonteramboe atau Karaeng Bonto Rombang (lahir sekitar tahun 1665 atau 1666). [ 5 ]
Sebuah kapal O. I. Compagnie bernama “ Chaloup den Tonijn ” pada tahun 1671 tiba di Pura Nagara untuk menemui Pangeran Mas, [7] yang bertujuan untuk mengukuhkan kembali hubungan dagang setelah terjadinya Perjanjian Bungaya dan terakhir jatuhnya benteng Somba Opu, mengingat bahwa Kerajaan Pura Nagara adalah kerajaan vassal dari Kesultanan Gowa sejak tahun 1620-an pada masa pemerintahan Sultan Aloe'd-din . [ 3 ]
Sebagai akibat peristiwa tahun 1667 dan tahun 1669 tersebut, banyak orang dari Kesultanan Gowa yang tercerai berai ke berbagai wilayah di dalam dan luar pulau Sulawesi, salah satu destinasinya adalah wilayah Pasir, demikian juga orang-orang pengikut dari Karaeng Koronrong. Para pengikut Karaeng Koronrong ini menganggap kerajaan Pura Nagara sebagai musuh karena berhubungan baik dengan O. I. Compagnie. Karena kewalahan menghadapi pengikut Karaeng Koronrong, Pangeran Mas pada tahun 1672 menulis surat kepada Cornelis Janszoon Speelman untuk meminta perlindungan. [ 6 ]
Pada tahun 1673, terjadi perselisihan antara Kerajaan Pura Nagara dengan Kerajaan Kutai (Koetei), dalam keadaan semacam perang yang tidak kunjung berakhir. Meskipun tidak bertempur terus-menerus, kedua belah pihak tidak saling mengancam dengan pasukan, namun tetap berusaha saling merugikan dalam skala kecil dengan menculik orang dan menjadikan daerah tersebut tidak aman. Bahkan salah satu anak & Cucu (Daeng Mattena) dari Pangeran Mas dibawa ke Kutai. [ 7 ]
Pralaya di Negeri Pura Nagara
Laporan dari Francois Prins pada tahun 1686 mencatat sebuah peristiwa besar yang terjadi di Kerajaan Pura Nagara. [8] Pada tahun 1685, di wilayah Pasir terjadi musibah kelaparan yang salah satu akibatnya, sebanyak 150 (seratus limapuluh) prajurit terbaik dari kerajaan Pura Nagara beserta keluarganya (total berjumlah sekitar 500 jiwa) melarikan diri ke Makassar. Para prajurit tersebut merupakan orang-orang yang memang berasal dari Makassar, dan telah tinggal lama di Pasir bahkan sebelum Makassar ditaklukkan oleh O. I. Compagnie dan Arung Palakka . [ 8 ]
Karaeng Barroe (suami dari Daeng Mattena) bersama iparnya, Karaeng Bone (salah satu putra dari Karaeng Karunrung), [ 9 ] merencanakan serangan ke Pasir dengan alasan legitimasi warisan atas wilayah yang menjadi hak Daeng Mattena, yaitu wilayah Telakai, Adang, Apar, dan Baya-Baya. Mereka juga menyuap sejumlah pembesar kerajaan Pura Nagara yang pada dasarnya sudah menentang Panembahan Sura Ningrat.
Pada bulan Mei, Karaeng Barroe dan Karaeng Bone melancarkan serangan dengan 40 kapal bersenjata. Panembahan Sura Ningrat, yang ditinggalkan oleh pengikutnya, mengurung diri bersama istri dan anak perempuannya (yang menjadi penguasa wilayah disengketakan) di dalam istana, lalu membakar istana sehingga menewaskan ketiganya. Api dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru kota, menghanguskan hampir seluruh permukiman. Para bangsawan dan rakyat melarikan diri ke pegunungan, tetapi akhirnya menyerah setelah dijanjikan pengampunan. Para penyerang kemudian mengangkat keponakan laki-laki mendiang penguasa Telakai, Adang, Apar, dan Baya-Baya sebagai raja baru, meskipun kekuasaan sebenarnya tetap di tangan mereka. [ 10 ]
Aru Teko
Sementara itu, atas desakan Willem Hartsinck, Raja Bone (Arung Palakka) mengirim 1.000 pasukan Bugis di bawah pimpinan Aru Teko untuk menangkap Karaeng Bone dan Karaeng Barroe—baik secara damai maupun paksa.
Aru Teko bersama pasukannya berlayar ke Pasir singgah terlebih dulu di Pulau Laut, kemudian bertemu dengan Surre Bassa dan pasukannya yang telah tiba lebih dulu di Pasir. Pada bulan Mei di negeri Pura Nagara, tempat Pangeran Mas biasanya mengadakan pertemuan, terdapat lebih dari 5 hingga 6 orang, termasuk Syahbandar Patra Wangsa (Petroausa), Kiai Demung (Kiaij de Mon), dan Wira Patra (baru saja datang dari Makassar sebagai utusan dari Pangeran Mas untuk mencari bantuan).
Aru Teko bersama Sahbandar Petra Wangsa, Kiai Demung, Wira Patra, dan Pangeran Purbaya—saudara dari Panembahan Mas—sepakat untuk memberikan mandat kepada Pangeran Purbaya agar berusaha mengumpulkan kembali orang-orang yang tercerai-berai, dengan ketentuan bahwa setelah kembali dari Utara (Berau dan Kutai), Aru Teko dan yang lainnya akan membahas lebih lanjut tindakan-tindakan yang diperlukan demi kepentingan bersama.
Aru Teko berhasil membuat Karaeng Bone dan Karaeng Barroe menyerahkan senjata mereka secara damai (tahun 1686). Mereka bahkan mengembalikan sebagian rampasan yang telah mereka ambil dari orang Pasir.
Setelah mengatur pemerintahan di Pasir dan Kutai (Coety), Aru Teko selain membawa Karaeng Bone dan Karaeng Barroe, juga membawa para pembesar Pasir dan Kutai menemui Arung Palakka dan diterima dalam persekutuan (koalisi) dengan Arung Palakka yang diakui oleh Presiden VOC Willem Hartsink (menjabat tahun 1683-1690) dengan bukti tertulis (akta) kepada Raja Pasir (Panembahan Dipati Anom). [ 11 ] [ 12 ] Di tahun ini pula, Arung Palakka membuat surat wasiat yang ditujukan ke para pemimpin dan rakyat Pasir yang menyatakan sahnya suksesi tahta tersebut dan tidak akan membiarkan ada tindakan yang merugikan Raja Pasir. [ 13 ]
Lihat Pula
Referensi
- ^ der Chijs 1887 , hlm. 10.
- ^ Fruin 1931 , hlm. 1224-1225 & 1357-1358.
- ^ a b Veth 1854 , hlm. 237-238.
- ^ der Chijs 1894 , hlm. 172.
- ^ Bock 1887 , hlm. XIV-XLX.
- ^ Bock 1887 , hlm. VIII.
- ^ Bock 1887 , hlm. VIII-XIII.
- ^ Coolhaas 1971 , hlm. 798.
- ^ Andaya 1981 , hlm. 181.
- ^ Coolhaas 1971 , hlm. 798-799.
- ^ Blok 1848 , hlm. 68–69.
- ^ Veth 1854 , hlm. 238.
- ^ Coolhaas 1976 , hlm. 526-527.
Daftar Pustaka
- der Chijs, Mr. J. A. van. (1887). Dagh-Register Gehouden int Casteel Batavia Anno 1640 (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta) & 's Hage: Drukkerij & M. Nijhoff.
- der Chijs, Mr. J. A. van. (1894). Dagh-Register Gehouden int Casteel Batavia Anno 1665 (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta) & 's Hage: Drukkerij & M. Nijhoff.
- Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling (dalam bahasa Belanda). Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman en Zoon. ISBN 978-1145411753 .
- der Chijs, Mr. J. A. van. (1899). Dagh-Register Gehouden int Casteel Batavia Anno 1672 (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta) & 's Hage: Landsdrukkerij & M. Nijhoff.
- De Haan, Dr. F. (1909). Dagh-Register Gehouden int Casteel Batavia Anno 1679 (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta) & 's Hage: Drukkerij & M. Nijhoff.
- Fruin, Mees (1931). Dagh-Register Gehouden Int Casteel Batavia anno 1682 Part II (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta): G. Kolff & Co.
- Bock, Carl (1887). Reis in Oost en Zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, Ondernomen op last der Indische Regeering in 1879 en 1880 (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. ISBN 978-1162405278 .
- Coolhaas, Dr. W. Ph. (1971). Rijks Geschiedkundige Publicatien: Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden Aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Companie. Vol. 4 (1675-1685) (dalam bahasa Belanda). 's-Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff.
- Andaya, Leonard (1981). The Heritage of Arung Palakka (dalam bahasa Inggris). The Hague: Martinus Nijhoff. ISBN 978-94-017-3347-2 .
- Blok, Roelof (1848). Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848 (Beknopte Geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden) (dalam bahasa Belanda). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap.
- Coolhaas, Dr. W. Ph. (1976). Rijks Geschiedkundige Publicatien: Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden Aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Companie. Vol. 6 (1698-1713) (dalam bahasa Belanda). 's-Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff.
Bacaan Lanjutan
- Catatan dari pemimpin kapal " Chaloup den Tonijn " mengenai Pasir Tahun 1671. [9]
- Translasi korespondensi antara Francois Prins dengan Pangeran dari Pura Nagara (Pangerang tot Pournegare, King of Passir). [10]
- Translasi korespondensi antara Francois Prins dengan Panembahan van Passir. [11]
- Translasi korespondensi antara Raja Pasir kepada Francois Prins. [12]
- Laporan commandeur Gerrit Thomasz Pool terkait penyerangan ke wilayah Pasir. [13]
- Laporan dari Francois Prins mengenai keadaan Pasir di tahun 1685-1686. [14]
- Laporan dari Francois Prins mengenai Arou Teko saat di Pasir tahun 1686. [15]
- Laporan dari Francois Prins mengenai Arout Teko saat di Pasir tahun 1686. [16]
Pranala luar
- Situs web Nederlands Nationaal Archief .