Manchester United Terpukul Aturan Keuangan Premier League, Ancaman Degradasi Mengintai
Manchester United (MU) tengah menghadapi badai besar. Bukan hanya performa di lapangan yang buruk, tetapi juga krisis keuangan yang semakin mencekik. Klub berjuluk Setan Merah itu menjadi salah satu korban dari kebijakan Profit and Sustainability Regulations (PSR) Premier League yang dipertahankan untuk musim 2025/2026.
Seperti dilaporkan The Athletic pasca pertemuan klub-klub Premier League di London tanggal 13 Februari lalu, PSR yang membatasi kerugian klub hingga 105 juta poundsterling dalam tiga tahun dan membatasi pengeluaran operasional hingga 85% dari pendapatan, akan tetap berlaku. Aturan ini serupa dengan Financial Fair Play UEFA, namun lebih longgar (UEFA membatasi hingga 70%).
Keputusan ini menjadi pukulan telak bagi MU, Newcastle, Everton, dan Leicester yang selama beberapa tahun terakhir mencatat kerugian besar akibat belanja pemain yang tidak terkendali. MU sendiri mencatat kerugian hingga 300 juta poundsterling dalam tiga tahun terakhir. Suntikan dana 240 juta poundsterling dari pemilik baru, Sir Jim Ratcliffe, tahun lalu, nyaris tak mampu menutupi defisit tersebut. Kini, pemotongan biaya besar-besaran tak terelakkan.
Di lapangan, situasi MU juga tak lebih baik. Mereka terdampar di posisi 13 klasemen Premier League. Pelatih Ruben Amorim bahkan menyebut skuadnya sebagai “tim terburuk dalam sejarah MU” dan mengakui ancaman degradasi sangat nyata. Kombinasi antara krisis finansial dan performa buruk di lapangan membuat masa depan MU menjadi sangat tidak menentu. Akankah mereka mampu bangkit dari keterpurukan ini?
PSR, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan Premier League dan mengurangi kesenjangan antara klub kaya dan klub kecil, justru menjadi mimpi buruk bagi klub-klub besar yang selama ini berlomba-lomba membelanjakan dana besar untuk merekrut pemain bintang dan bersaing memperebutkan gelar juara. Bagi MU, tantangannya kini bukan hanya di lapangan hijau, tetapi juga di meja rapat.